Labels

PengUnJuNg...

   

Raih cita,gapai cinta

Diposting oleh chy On 10.38 0 komentar

Mentari pagi membangunkanku yang tertidur pulas di balik selimut tebal. Kelembutan sinarnya memancar hingga sudut kamar tidurku. Hawa dingin mulai merasuk ke dalam tulang-tulang rusukku. Tubuhku terasa kaku semua. Entah apa yang terjadi dengan tidurku semalam. Mungkin aku kemarin tidur dengan posisi yang salah. Kedua bola mata ini juga terasa berat ‘tuk dibuka

Jarum jam menunjukkan pukul 06.00 pagi. Oh, betapa kagetnya aku. Tiba-tiba saja aku jatuh dari kasur dan bruk…bruk… Terdengar suara jerit tangisku.
”Aduh… aduh…. sakit,” rintihku kesakitan karena jatuh dari tempat tidur. Ibu langsung datang dan membawaku ke atas tempat tidur.
”Emangnya ada apa, Putri Kecilku, kok pagi-pagi sudah nangis,” tanya ibuku dengan penuh kasih sayang sambil membelai rambutku yang panjang dan lembut itu.
”Aku baik – baik saja kok, Bu. Ibu jangan khawatir ya,” kataku meyakinkan hati ibuku agar tidak sedih.
Dan aku tersadar kalau hari ini bukan hari yang biasa bagiku. Hari ini aku harus berangkat ke kota pahlawan untuk menunaikan tugas baruku yaitu kuliah. Berjuta perasaan mendera jiwaku. Senang karena telah masuk ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus dari SMA dan sedih karena harus kuliah di tempat yang lumayan jauh dan harus berpisah dengan Ibu untuk beberapa waktu meskipun tak lama. Kebetulan baru kali ini aku terpisah jauh dari orang tuaku. Aku terharu karena memang aku dapat masuk kuliah melalui PMDK beasiswa. Ibuku sangat bangga padaku.
Aku segera lari ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk barangkat ke Surabaya. Senyum kesedihan terpancar di raut wajah cantik ibuku saat kuucapkan kata – kata perpisahan.
”Bu, Putri berangkat dulu ya,” kataku sambil mencium tangan lembut ibuku dengan penuh kasih sayang. Lalu keningku pun dapat ciuman manis ibuku.
”Hati-hati ya Putri Kecilku. Ibu doakan semoga kamu mendapat kemudahan dalam menuntut ilmu. Ibu tidak bisa memberikan apa-apa. Ibu cuma bisa mendoakan kamu. Jangan lupa makan dan jaga diri baik-baik di sana.”
Dengan pelukan yang hangat kurasakan kesedihan yang teramat dalam pada diri ibuku. Namun apa boleh buat. Aku harus tetap berangkat demi cita-cita yang selama ini aku impikan. Berat hati aku melangkahkan kakiku keluar rumah sambil berpamitan pada ibuku. Jerit tangis hatiku merintih-rintih. Tapi aku berusaha sekuat hati menerima semua ini dengan penuh ketegaran.
Tiba-tiba aku teringat puisi yang aku buat kemarin malam. Dengan penuh cucuran air mata, kumainkan tanganku. Kugoreskan sedikit demi sedikit tinta yang ada di penaku. Kuukir kata demi kata sampai menjadi untaian kata.
Perpisahan ini adalah lukaLuka yang menusuk kalbuKepahitan batin …..Sesaknya napas …..Menjadi manis dengan hadirnya kenangan
Perpisahan ini adalah lukaBiarlah semua mengalirHanya air mata manisYang mampu menenangkanJiwa yang terguncang”
Aku adalah Nicita Putri Ramadhani, seorang gadis desa yang merantau ke kota besar demi cita – cita yang luhur. Akhirnya namaku tercatat sebagai mahasiswa perguruan tinggi negeri di kota pahlawan. Selama ini aku hanya bisa berangan-angan untuk bisa kuliah di kota metropolitan itu. Aku sempat kaget mengetahui kenyataan bahwa aku bisa meneruskan sekolah. Karena aku tahu siapa aku ini. Keluargaku pasti tidak akan mampu membiayai kuliah yang mahalnya selangit itu. Tapi aku bersyukur berkat dorongan teman dan guruku aku dapat mewujudkan mimpiku. Aku tidak percaya kalau kerja kerasku selama ini untuk mendapatkan beasiswa tidak sia-sia. Berhari-hari ku memohon petunjuk Yang Maha Kuasa agar dimudahkan jalanku untuk mewujudkan mimpi itu. Di lain hati aku sedih karena ayahku tidak berada disampingku untuk memberikan motivasi. Tapi aku berjanji pada diriku untuk berusaha sebaik mungkin agar tidak mengecewakan Ayah dan Ibu. Aku ingin menjadi kebanggaan bagi keluargaku dan bisa membahagiakan ibuku.
***
Lima jam sudah kutempuh jarak rumahku menuju kota pahlawan ini. Sepanjang perjalanan kulihat suasana luar. Banyak pohon-pohon menari-nari tertiup angin yang sepoi – sepoi. Mereka bergoyang-goyang penuh dengan kegembiraan. Dalam bus aku hanya duduk terpaku sambil melihat sekeliling.
”Mau ke mana, Mbak?” sapa salah satu penumpang padaku. Setelah beberapa menit aku tersadar dari lamunan.
”Saya mau ke Surabaya?” kataku dengan nada ketakutan.
Aku belum pernah naik bus sejauh itu sendirian. Makanya aku takut saat orang yang duduk di sebelahku menyapaku. Lalu perbincangan itu pun berlangsung sampai bus yang aku tumpangi tiba di terminal akhir.
Akhirnya jam satu siang saat terik matahari tepat berada di atas kepala bus sampai di terminal Bungurasih.
”Panas sekali sih,” keluhku dalam hati.”Ternyata benar kata orang kalau Surabaya itu panas.”
Aku berjalan mencari bus kota yang nantinya akan membawaku ke kos. Sebelum ke sini temanku menawari aku kos-kosan. Jadi, aku tidak perlu bolak-balik kesana kemari mencari kos-kosan sendiri sehingga aku bisa menghemat biaya transport.
”Wow, besar sekali kota ini,” kataku dalam hati ketika pertama kali melihatnya.
Aku seakan tidak percaya dengan semua ini. Surabaya memang kota metropolitan. Aku melihat sekeliling jalan yang penuh dengan pabrik dan hilir mudik kendaraan yang memadati kota. Selama ini aku belum pernah melihat suasana seperti ini. Dari dulu aku hidup di desa terpencil yang jauh dari keramaian kota. Aku seakan-akan menjadi orang terasing di sini. Aku tidak punya sanak saudara disini. Tapi aku tetap bertekad untuk menaklukkan kota ini demi meraih cita – cita yang selama ini aku impikan. Hati kecilku berkata, ”Apakah aku bisa betah ya disini?”
Aku takut dengan suasana kota yang padat dengan keramaian. Aku berusaha bertahan di sini sampai aku menyelesaikan sekolahku nanti. Tapi ada kesan yang tidak mengenakkan membekas di benakku. Ketika kulihat polusi udara yang membuat napasku sesak. Aku langsung batuk. Aku memang agak alergi dengan yang namanya polusi.
***Keesokan harinya, suara ayam membangunkan tidur pulasku. Aku melihat keluar kamar. Kulihat langit yang cerah nan biru menyapaku dengan penuh kehangatan. Aku segera mandi dan berangkat ke kampus.
“Masuk jam berapa, Put?” tanya Lia, teman sekamarku.
”Aku masuk pagi. Soalnya nanti mau ada acara penyambutan Maba (Mahasiswa Baru) di jurusan,” kataku dengan penuh semangat.
Dalam batin aku berkata, ”Aku ingin memulai lembaran hidup baru. Semoga aku tidak salah melangkah menjalani hari – hariku disini. Amin.”
Aku jalani masa – masa awal kuliahku dengan penuh semangat menggelora yang bisa merubah hidupku menjadi orang yang lebih berarti bagi orang lain.
”He, anak baru ya?” tanya orang yang ada di belakangku.
Aku langsung menoleh dan astaga aku langsung terdiam terpaku membisu tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutku. Aku melihat ada makhluk yang tampan berdiri di depanku.
”Ini cumi (cuma mimpi) bukan ya?” kataku dalam hati.
”Eh….Iy….Iya….Aku memang anak baru,” kataku dengan terbata – bata dan jantungku pun berdebar – debar seperti digoncang gempa bumi saja.
Dan aku pun langsung tersadar bahwa aku tak boleh larut dalam kesenangan semata selama berada di sini. Aku harus bisa mewujudkan impian orang tuaku. Aku bertekad untuk membahagiakan mereka dengan sepenuh hati yang tulus. Tanpa ridho dan kerja keras mereka dari mereka aku yakin aku tidak akan bisa seperti sekarang ini.
”Kamu siapa ya? Aku kok jarang sekali melihatmu di kampus ini.”
”Kenalkan aku Rama. Aku adalah seniormu.”
“Ma…Maaf….Maaf, Kak. Aku tidak tahu.”
“Sudahlah. Gak pa pa kok. Kamu dari mana?” tanyanya dengan senyum manis mengembang di pipinya dan wajah imutnya semakin menambah rasa kagumku padanya. Ditambah lagi rambut keritingnya yang terlihat bergelombang bak ombak di lautan lepas yang tertiup angin.
”Oh, kenalkan Kak, aku Putri.” Dengan ragu – ragu aku berjabat tangan dengan Rama tapi tangan kami tidak bersentuhan karena aku tahu kalau itu tidak diperbolehkan dalam Islam karena kami bukan mahram. Aku meneruskan perkenalanku dengannya. ”Aku mahasiswa baru disini. Aku datang dari desa. Aku ingin melanjutkan studiku di sini karena aku senang sekali dengan dunia teknik terutama komputer,” kataku dengan nada yang masih canggung karena aku belum mengenalnya dengan baik.
Perbincangan pun terus bergulir hingga menghabiskan makanan dan minuman yang tadi pagi aku bawa dari kos dengan tujuan untuk menghemat uang jajan. Dan suara adzan ashar pun berkumandang dengan merdunya di telinga hingga membuat hati yang mendengarnya terasa sejuk dengan alunan suara muadzin itu. Perbincangan pun akhirnya kuakhiri karena hari sudah sore. Aku mesti pulang ke kos dan belajar untuk menyiapkan hari esok yang lebih bersemangat dan lebih menyenangkan daripada hari ini.
”Kak, aku pulang dulu ya. Lain kali kita lanjutkan perbincangannya. Makasih ya, sudah mau menemani aku ngobrol di sini sehingga aku banyak tahu tentang kampus ini, ” kataku untuk mengakhiri perbincangan yang telah lama bergulir ini dengan senyum manis yang terpancar.
”Lain kali kita ngobrol lagi ya, Put. Aku senang bisa ngobrol denganmu sehingga aku tahu tentang makna hidup ini, ” kata Rama dengan nada yang tegas dan senyuman manis yang selalu mengembang di pipi imutnya dan matanya yang terlihat sipit seperti orang Cina.
***
Aku merasa bahagia berada di sini. Aku menemukan sebuah cita – cita dan cinta yang selama ini sulit sekali hinggap dalam benak hidupku. Hari – hari indah aku isi dengan semangat yang penuh dengan cinta. Aku dikelilingi oleh orang – orang yang senantiasa menyayangiku dan mau menjagaku dengan sepenuh hati mampu mengorbankan jiwa dan raganya. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menjadi yang terbaik demi cita – cita dadan tekadku yang membara bagai nyala api yang takkan pernah padam. Aku ingin menuntut ilmu setinggi – tingginya. Seperti kata pepatah, Tuntutlah ilmu setinggi langit dan carilah ilmu itu sampai ke negeri Cina. Aku akan berusaha untuk menggapai mimpi – mimpi yang selama hanya menjadi angan – angan semata. Aku terus berusaha untuk menjadi sebuah lilin kecil yang senantiasa menerangi gelapnya malam walaupun lilin itu tak akan bertahan lama. Tetapi lilin itu terus memberikan cahayanya yang indah bagi semua orang sampai dia padam. Aku ingin menjadi orang yang berguna bagi kehidupan ini. Aku harus bisa menorehkan sejarah yang tak kan terlupakan. Pengalaman akan tetap menjadi guru yang terbaik. Itulah yang memberi aku semangat untuk terus maju pantang mundur.
Aku berdiri di depan jendela menikmati indahnya langit yang bertaburan dengan bintang – bintang malam. Langit yang gelap akhirnya terlihat bercahaya disana dengan senyum cerianya. Untuk sementara sinar matahari yang panas menghilang sekejap digantikan indahnya rembulan yang bersinar terang. Semua ketakutan yang menyelinap dalam relung hatiku tiba – tiba pudar digantikan oleh senyum kebahagiaan yang terpancar. Aku pun tersenyum seraya berkata, ”Hari esok kan penuh dengan suka cita. Fajar kan menjemputku dengan senyuman manisnya. Raihlah cita dan gapai cinta di depan mata. Semangat !!!” kataku sambil menggenggam tanganku yang kecil mungil itu.
Setelah itu aku pun mengambil penaku dan kutulis seuntaian kata di atas buku yang sudah terlihat lusuh itu. Aku mainkan penaku. Terdengar ketukan – ketukan pena yang menambah ramainya malam yang sepi dan udara yang tak begitu hangat menyelinap masuk membuat tubuhku menggigil kedinginan.
Hari ini adalah kehidupanDalam sekejap melahirkan suka citaKemarin adalah sebuah mimpi dan hari esok adalah sebuah bayanganJalani hari ini dengan senyum dan semangat untuk hidup lebih baikBiarlah mimpi itu menjadi kenanganDan bayangan hari esok menjadi harapan dan kenyataan


Category : | Read More...... edit post

Kakak yang sempurna

Diposting oleh chy On 10.37 0 komentar

“Aku benci Victoria!” teriakku keras-keras setelah menutup pintu kamar. Fuih, untung kamar ini kedap suara. Kalau tidak, wartawan koran lokal Batam itu yang sedang mewawancarai kakak di ruang tamu, malah bisa pulang dengan membawa berita yang tidak-tidak lagi! Ah, biar bagaimanapun kesalnya aku terhadap kakakku itu, aku tetap tidak mau keluarga kami malu. Bukan hanya Victoria yang akan malu, aku tentunya juga tidak mau kalau mama dan papa juga malu. Begitu juga aku yang tidak mau jika harus ikut-ikutan malu karena ulahku sendiri. Apalagi kalau namaku juga jadi buruk karena itu

Tiba-tiba mataku tertuju ke arah sebuah foto dua orang cewek yang sedang tersenyum manis. Di foto yang terpajang di kamarku itu, ada aku dengan topi terbalik berpose sembari mengerucutkan bibir. Persis gaya Korean Girl yang sekarang masih menjadi tren pose untuk berfoto anak muda. Sedangkan cewek lain di foto itu dengan rambutnya yang seperti lurus berponi Cleopatra, sedang tersenyum sembari memerlihatkan deretan gigi rapihnya. Itulah kakakku, Victoria.
Melihat keakuran kami berdua, sebetulnya cukup membuat banyak tetangga menjadi iri kepada orangtuaku. Kata mereka, kedua putri orangtuaku itu tingkahnya sama manisnya, baik dan rukun tidak pernah bertengkar.
Namun ujung-ujungnya selalu… “Apalagi ibu itu punya anak seperti Victoria. Duh… benar-benar membuat kami jadi iri deh! Sudah cantik, pintar, anaknya baik, prestasinya banyak lagi. Ya ampun Jeng… dulu pas hamil ngidam apa sih? Biar anak dalam perutku juga bisa kayak Victoria deh…” celoteh Bu Anis beberapa waktu lalu. Tetanggaku itu memang sedang hamil lima bulan.
Ih, tapi apa nggak terbalik tuh?! Perasaan kalau orang sedang hamil dan benci sama seseorang, baru deh anaknya nanti kayak orang yang dibencinya. Berarti… Hahaha… Bu Anis anaknya nggak bakal mirip sama Kak Victoria dong?!
Ah ya, begitulah kondisinya. Semua-semua pasti awalnya memuji kami berdua demi melihat apa yang kami miliki. Tapi ujung-ujungnya, selalu Kak Victoria yang lebih banyak mendapat sorotan pujian.
Terkadang kalau sedang merenungi, aku cukup sedih dan menyesal juga. Kenapa dulu Mama dan Papa memberi nama orang yang akhirnya sekarang menjadi kakakku itu dengan nama Victoria? Dan kenapa juga sih aku dulu juga tidak diberi nama dengan sebuah nama yang juga punya arti ‘besar’? Misalnya Gloria, Vici, atau Diva begitu? Uh, pokoknya aku menyesal sekali. Kenapa aku harus mendapat nama Angela. Sudah begitu kalau arti namaku itu memang berarti seorang dewi, kenapa juga nasib dan peruntunganku pas-pasan melulu?!
Memang, mama dan papa tidak pernah membanding-bandingkan kami berdua. Tapi, orang lainlah yang kebanyakan selalu usil melakukan itu. Seperti kebiasaan guru-guruku di sekolah misalnya!
“Ya ampun Angela… kenapa sih nilai pelajaranmu hampir selalu mendekati parah? Kalau kakakmu si Victoria dulu ketika aku ajar, kayaknya nggak pernah tuh nilainya seperti ini? Nilai dia selalu bagus bahkan selalu tertinggi di sekolah. Ah, mana mana pula ulah anak ini?! omel Bu Marta dengan logat khasnya.
Oke, oke deh kalau sekedar dimarahi saja aku sih terima-terima saja. Tapi kalau urusannya di dalam kelas, dilihat dan didengar orang satu kelas, ya ampun… ya pasti aku jadi malu banget dong! Apa kata Dio?
Dan kacaunya, ternyata maluku di depan Dio, cowok sekelas yang aku taksir waktu itu bertambah dengan rasa dongkol. Apalagi kalau lagi-lagu bukan karena ada hubungannya dengan kakakku, Victoria!
Begini ceritanya, suatu ketika tanpa ada angin segar di tengah panas terik matahari di siang bolong, si Dio minta izin buat main ke rumahku sore harinya. Hah? Secara seorang Dio, cowok yang sedang aku taksir mati-matian, ingin main ke rumahku? Masa iya mau aku tolak?!
Ya akhirnya jadilah hari itu seketika menjadi hari yang rasanya akan menjadi hari paling indah buatku. Tapi, ternyata ada lagi ujung yang membuat aku kembali menjadi merasa sebal. Pertama-tama sih, aku dan Dio waktu itu asik bercerita ini itu di beranda. Hehehe, lebih tepatnya aku sih yang paling banyak cerita!
Namun lambat laun, aku pun mulai membaca jika ada tingkah laku Dio yang agak terasa janggal. Sebentar-sebentar, ia mencoba mencuri-curi pandang sambil melirik ke arah dalam rumah. Lalu jika diajak bicara atau cerita, ia jadi mulai sering tidak menyambung dengan apa yang aku obrolkan.
Akhirnya, gelagat yang mulai aku baca itu benar juga adanya dengan pertanyaan, “Angela, kakakmu si Victoria itu lagi ke mana ya?”
Aku mengerutkan alis. “Dia lagi fashion show ke Kuala Lumpur. Ada yang penting banget ya? Ntar deh aku sampaikan ke dianya.”
“Iya, bilangin deh ya ada salam dari aku. Terus… aku titip ini ya ke dia,” ujar Dio sambil menyerahkan sebuah bingkisan kado berwarna kuning, warna kesukaan Kak Victoria.
Satu, dua, tiga. Aku mencoba mengerjap-erjapkan mataku sambil mencoba mencerna yang sedang terjadi. Jadi, ceritanya Dio ke rumahku ini cuma ingin bertemu Kak Victoria? Jadi, aku cuma dijadikan batu lompatan kesempatan saja nih buat Dio agar bisa ketemu Kak Victoria? Jadi, ceritanya Dio yang kelas dua SMP ini sedang naksir kakakku yang kelas tiga SMA? Whoa…!!!
Rasanya seketika langsung mati otak dan hatiku. Dasar cowok oediphus complex! Masa iya ada cowok naksir sama cewek yang lebih tua empat tahun?
Dan rasa nggak mengenakkan itu makin memuncak waktu aku tahu ternyata isi kado dari Dio untuk Kak Victoria itu berisi syal yang begitu lama aku idam-idamkan.
“Lho Angela, ini kan syal yang kamu inginkan sudah sejak lama?” Kak Victoria yang malah terkejut kegirangan. “Jadi, buat adekku yang manis saja deh ya…” lanjutnya sambil melilitkan syal pemberian Dio di leherku.
Syal yang memang begitu aku idam-idamkan, dari seseorang yang sedang aku cintai itu justru malah membuat leherku seperti terasa tercekik. Okelah, aku memang suka dengan syal itu. Okelah, ini memang dari Dio, cowok yang sedang aku taksir. Tapi kalau itu seharusnya bukan buat aku, dan apalagi dari seorang Dio yang masih seumuran denganku tapi naksir kakakku, lebih baik ENGGAK!
Dan aku putuskan sejak itu enggak juga deh buat naksir Dio. Huh, lebih baik mundur deh dari barisan fans clubnya Dio di sekolah kalau sudah tahu ceritanya malah jadi seperti itu! Kalau saingannya anak seumuranku di sekolah sih, oke-oke saja. Tapi kalau yang dipilih itu adalah kakakku sendiri yang umurnya sudah lebih tua? Fuih…! Lebih baik mencari cowok normal lain deh yang bisa ditaksir!
Waktu itu aku tidak tahu apakah seharusnya aku harus kesal atau menangis sejadi-jadinya. Kenapa sih, seorang Dio harus naksir ke kakakku? Apalagi kakakku malah menunjukkan sikap baik hatinya dengan memberikan syal itu kepadaku. Yah, akhirnya perasaan campur aduk antara kesal dan irilah yang kemudian muncul. Aku jadi benci dengan kakakku yang seharusnya lebih pantas menyandang nama Angela. Karena sesungguhnya, ialah yang berhati bening dan justru tidak bisa aku miliki!
Sebetulnya penderitaanku itu sudah terasa sejak kami masih kecil. Waktu itu, aku begitu heran dan mengecam orang dewasa yang kebanyakan selalu bertingkah tidak dewasa terhadapku. Masa iya, di depanku mereka mengatakan sesuatu yang tidak mengenakkan tentangku dan jelas-jelas terdengar di telingaku? Huh, dikiranya kalau anak kecil itu tidak mengerti bahasa manusia apa?
Mau tahu contonya? Ini nih… “Aduh… adiknya kok nggak secantik kakakknya ya?!”
Huh, padahal aku pun nggak jelek-jelek banget kok! Kalau sudah begitu, rasa hormatku kepada mereka, orang yang seharusnya aku hormati itu langsung hilang. Dengan melotot, aku tunjukkan rasa ketidaksukaanku atas ucapan mereka yang bagiku sangat tidak bertanggungjawab! Dan jika sudah begitu, biasanya cara tersebut ampuh untuk membuat mereka jadi salah tingkah. Biar saja, memang dikiranya anak kecil itu tidak punya kuping dan perasaan apa?!
Bila aku sudah berada dalam kondisi marah seperti itu, Kak Victoria kemudian akan datang mendekatiku, memelukku, dan mengajakku pergi dari hadapan mereka. Pokoknya, dialah sesungguhnya dewi untukku!
Ya, Kak Victoria memang selalu terlihat sempurna. Entah itu di depan kami sekeluarga, di depan semua orang, juga di depanku yang terkadang sering jelas terlihat menampakkan rasa iri terhadapnya.
Dari fisik saja, semua orang memang mengakui kalau ia nampak lebih cantik jika dibandingkan aku yang meskipun juga tergolong tidak jelek. Di sekolah, semua guru mengenalnya sebagai murid yang pintar. Memang, ia tidak selalu berada di peringkat pertama. Tapi paling tidak, peringkat lima besar selalu dipegangnya.
Di kalangan perumahan tempat kami tinggal, ia dikenal sebagai anak yang santun. Sampai-sampai, Kak Victoria selalu jadi idola dan pujaan pada ibu hamil di perumahanku!
Atau buat mereka yang memiliki anak cewek, pasti selalu sering dinasehati dengan perkataan seperti ini, “Tuh, contoh Victoria. Kok kamu nggak bisa sih seperti dia?”
Ah, kadang aku berpikir sungguh kasihan sekali para orangtua itu yang kecewa terhadap anaknya. Dan tentunya sungguh beruntung lah orangtuaku yang anaknya selalu jadi kebanggaan orang lain.
Di kalangan wartawan di Batam, Kak Victoria selalu dikenal sebagai model yang rendah hati, tidak sombong, dan pintar dalam bergaya atau kala diwawancarai. Konon katanya, tidak seperti model lokal kebanyakan di Batam yang sudah merasa duluan menjadi bintang padahal belum apa-apa! Jadinya wartawan pun senang bekerja sama dengannya untuk sesi pemotretan atau untuk dimintai opininya tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan dunia anak muda.
Prestasi Kak Victoria juga banyak di bidang lain. Di bidang olahraga, dia selalu masuk tim basket sekolah kami. Kak Victoria sering diutus sekolah untuk ikut pertandingan bulutangkis sampai renang.
Belum lagi di dunia catwalk. Meskipun nggak lahir dari sebuah agency model, kakakku selalu jadi favorit para juri sampai akhirnya bisa menang di kompetisi modelling apa saja. Para agency model yang ada di Batam pun sampai berebut meminta Kak Victoria untuk ikutan bergabung. Yah, apalagi kalau bukan alasannya agar agency model milik mereka jadi terkenal. Untung Kak Victoria selalu berkata tidak.
Lihatlah, begitu sempurnanya kakakku. Multi talent! Tidak seperti diriku yang cuma bisa bikin komik dan hanya bikin komik saja. Padahal, Papa selalu adil untuk sama-sama mengikutsertakan kami berdua mengikuti kursus di bidang yang sama. Tapi ya itulah yang sekali lagi terjadi, kakakku bisa menjadi bintang, dan itu tidak secemerlang terjadi padaku!
Dan sekarang yang sedang terjadi di luar, ada seorang wartawan dari sebuah media di Batam ini yang sedang mewawancarai Kak Victoria. Itu karena baru-baru ini Kak Victoria terpilih sebagai finalis paling berbakat di sebuah majalah yang ada di Jakarta. Yah, siapa sih yang nggak bangga dapat prestasi seperti itu? Apa lagi yang namanya anak daerah, jarang ada yang bisa berprestasi sampai nasional.
“Angela… Angela… buka pintunya dong. Mas Ery minta kita untuk foto bareng nih. Angela…” Di luar sana Mama memanggil-manggil memintaku untuk keluar. Ah, biarkan saja! Mau namaku masuk koran atau nggak, aku tidak peduli! Toh kalaupun masuk, yang dielu-elukan pastinya nama Kak Victoria melulu. Dan aku, hanya akan jadi si pecundang yang hanya menjadi pembanding atau pelengkap saja.
“Angela… Angela…” Mama ternyata masih belum menyerah. “Sayang, dia mau wawancara kamu juga nih. Ayo dong, keluar dari kamar…”
Sunyi untuk beberapa saat. Ternyata usaha Mama untuk memintaku keluar tidaklah lama. Ah, sudahlah. Lebih bak aku tidur dan melupakan kekesalan hatiku ini untuk sejenak.
**
Tak terasa, tidurku ternyata sudah cukup lama. Rasa segar di pikiran membuat aku sadar bahwa tuntutan perutku yang sebetulnya sudah sedari tadi menjerit untuk ingin diisi, membuatku beranjak untuk keluar kamar.
“Angela, tadi kenapa kamu tidak mau keluar waktu Mama memanggil?” sapa Victoria yang kemudian terkejut demi melihat wajah pucatku yang sebetulnya terlihat seperti orang sakit karena mataku yang sembab akibat menangis.
“Astaga, kamu sakit?” Victoria terkejut setelah menyadari apa yang terlihat dari ekspresi pucat wajahku.
“Oh, eh, nggak kok Kak. Aku cuma uhm, iya nih, kayaknya agak nggak enak badan,” aku mencoba mengaku seadanya.
“Yah, sebetulnya sayang lho tadi kamu nggak keluar. Sebetulnya tadi Mas Ery ingin ngobrol dengan kamu juga. Ceritanya, dia baru tahu kalau kamu punya bakat corat coret komik. Kebetulan, dia punya informasi kalau di korannya, sedang butuh kartunis untuk mengisi kolom itu secara tetap. Honornya sih, konon katanya lumayan juga! Sudah begitu, dia ternyata juga punya informasi kalau hobimu itu sekarang sedang prospek lho untuk ditekuni. Pokoknya, Mas Ery ingin banget bisa ngobrol sama kamu tuh,” celoteh Kak Victoria panjang.
Aku langsung tertegun. Tidak hanya karena informasi berharga yang telah aku lewatkan, tetapi karena aku merasa begitu kerdil dalam berpikir. Ketika aku merasa tidak berarti, orang lain justru mampu memandang sisi lebih dari diriku sendiri. Belum lagi kekerdilan pikiranku karena ternyata, Kak Victoria memang selalu begitu baik dan perhatian terhadapku. Ah, kesadaran singkat yang datang begitu cepat tapi akankah ini terlambat?
“Kak,” panggilku, “Kakak pernah nggak sih merasa malu memiliki adik seperti aku?”
Kak Victoria malah menatapku kebingungan. “Kenapa aku harus malu? Apa yang membuat aku merasa malu?”
“Yah, karena adikmu ini tidak bisa menjadi bintang yang terang seperti dirimu.”
Kak Victoria justru merangkul bahuku. “Karena kamu itu sebetulnya punya sesuatu kok yang bisa dibanggakan. Kalau kamu tidak punya kemampuan apapun, barulah aku mungkin malu. Tetapi, kamu punya beberapa kelebihan. Kamu pintar membuat komik, teman-temanmu banyak dan kamu terkenal sebagai anak yang supel, kamu cantik, yah… meski nggak secantik aku sih!” kelakar Kak Victoria.
Akhirnya aku justru tersenyum mendengarnya. Yah, jika orang lain bisa melihat kelebihan dari diri kita sendiri, kenapa kita sendiri yang malah tidak bisa? Kalau orang lain bisa bangga untuk kita, kenapa kita yang malah harus minder? Seketika rasa nyaman menjalar alam tubuhku. Yah, aku bisa juga kok membuat Mama, Papa, dan juga Kak Victoria bisa bangga terhadapku


Category : | Read More...... edit post

Ketika Takdir Memisahkan Cinta

Diposting oleh chy On 10.34 0 komentar

Rasanya sudah terlepas semua beban yang dirasakan Aurel, siswi kelas XII SMU Harapan Bangsa ini telah menyelesaikan Ujian Akhir Sekolah nya, kini ia hanya tinggal menunggu saat-saat yang paling dinanti-nantikan yaitu pengumuman hasil Ujian Akhir Nasional (UAN).


Hari ini rencananya ia akan pergi hang out bersama Dava kekasih Aurel, mereka baru jadian selama sekitar satu bulan, jadi gak heran kalau sekarang ini mereka sedang merasakan sebuah cinta yang begitu indah di antara mereka. Tepat pukul 9.30 pagi Dava datang menjemput Aurel di rumahnya, yang beralamat di daerah Buaran Jakarta Timur.
“Sorry ya, pasti udah nunggu lama,” Dava membuka percakapan diantara mereka.
“Ah, nggak kok kamu datang tepat waktu, sesuai janji kamu,” kata Aurel.
“Ya udah jalan yuk.” Dava menggenggam tangan Aurel sembari berpamitan kepada orang tua Aurel.
Setelah selesai menonton film di 21, mereka memutuskan untuk segera kembali ke rumah. Hal itu dilakukan karena Dava harus berlatih band bersama teman-temannya. Dava adalah seorang gitaris di bandnya.“Nanti malem ke sini ya,” Aurel meminta Dava untuk datang menemuinya.“Hmm, kayaknya ga bisa deh, aku cape banget nih,” Dava mengeluh. “Besok malem aja yah,” lanjut Dava. Aurel hanya bisa mengiyakan kata-kata kekasihnya itu.Bel rumah Aurel telah memanggil penghuni rumah tersebut untuk segera menyambut seseorang yang telah menunggu di depan pintu rumah itu. Tak lama kemudian Aurel pun keluar. Setelah ia membuka pintu, seseorang yang telah ia nantikan sudah berdiri di depan pintu pagarnya dengan segala pesona cintanya.
“Itu buku apa?” Dava menanyakan tentang sebuah buku yang sedang dipegang Aurel.“Hmm, ini aku lagi coba-coba bikin puisi,” kata Aurel. “Kamu bisa bikin puisi?” lanjut Aurel.
Dava hanya tersenyum mendengar kata-kata Aurel. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun Aurel segera menyerahkan selembar kertas dan pena kepada Dava. Dava segera menuliskan kata-kata yang terangkai dengan indah.
Setelah selesai menulis Dava segera menyerahkan kertas tersebut kepada Aurel dan meminta untuk membacakannya. Di bawah cahaya bulan purnama yang diselimuti langit malam dan berhiaskan gemerlap sang bintang Aurel membacanya perlahan-lahan.
Jika di dunia ini, ada banyak orang yang sayang sama kamuAku pasti salah satunya…Jika di dunia ini, hanya ada satu orang yang sayang sama kamuOrang itu pasti aku…jika di dunia ini, Tidak ada orang yang sayang sama kamuItu berarti, aku telah tiada…
Aurel terdiam sesaat setelah membaca tulisan dari Dava, ia merasakan kata-kata tersebut masuk ke dalam relung hatinya yang paling dalam dan sepertinya sudah tidak bisa keluar lagi.“Dava, kayaknya waktu kita untuk bersama udah gak lama lagi deh,” kata Aurel dengan nada yang sedih.“Kenapa?”“Rencananya aku mau melanjutkan kuliah aku di Australia dan itu berarti kita harus berpisah.”
“Walaupun hal itu harus terjadi, hubungan kita ini gak boleh berakhir, cinta ini gak akan bisa dipisahkan apapun kecuali kematian, aku percaya kamu Aurel.”
Kemudian Dava memainkan sebuah lagu yang diciptakannya sendiri khusus buat Aurel. Lagu itu mengalun dengan lembut, syairnya yang begitu indah, diiringi melodi gitar yang menusuk kalbu yang senantiasa menenggelamkan kegelapan malam. Lagu itu sepertinya menjadi sebuah tanda perpisahan bagi mereka.
***
“Aurel, ayo cepat nanti kamu ketinggalan pesawat,” teriak mamanya dari lantai bawah rumahnya. Aurel masih terdiam di kamarnya menunggu kehadiran Dava. Ia begitu resah karena Dava tak kunjung datang padahal ini hari terakhirnya di Indonesia. Sampai tiba saatnya Aurel pergi meninggalkan rumahnya, Dava tak juga datang. Air matanya pun tak lagi bisa terbendung.
Ternyata Dava sudah ada di bandara sebelum kedatangan Aurel. Di tangannya terlihat sebuah gitar lengkap dengan tasnya.
“Aurel, gitar ini aku berikan buat kamu sebagai kenang-kenangan dariku dan sebagai pengganti diriku jika kamu merindukan aku, dan aku mohon saat kamu kembali ke sini lagi kamu harus bisa memainkannya dan kamu harus bisa memainkan lagu yang waktu itu aku ciptakan buat kamu.” Dava menggenggam erat kedua tangan Auerel. Air mata jatuh membasahi pipi keduanya.
“Dava, aku janji aku pasti bisa melakukan itu semua. Sekarang aku minta berikan aku senyuman indahmu dan peluklah erat tubuhku seperti kamu tak akan pernah membiarkanku pergi, saat kukembali nanti aku akan menyanyikan lagu itu dengan gitar ini, aku janji.”Mereka berpelukan erat seperti lupa akan segalanya. Dengan berat hati Aurel segera meninggalkan Dava menuju pesawatnya. Air mata tak henti-hentinya membanjiri wajah mereka.
***
Di Australia Aurel bertemu dengan Dimas, kebetulan ia adalah teman satu universitas Aurel yang kebetulan jua berasal dari Indonesia. Dimas dikenal sebagai seorang yang pandai memainkan gitar, hal itu tentu tidak disia-siakan Aurel untuk belajar gitar dengannya. Setiap harinya ia selalu menyempatkan diri untuk berlatih gitar dengan Dimas setelah jam kuliah selesai. Dimas sendiri juga tidak pernah merasa bosan saat mengajari Aurel bermain gitar.
Selama ini Aurel dan Dava masih suka berhubungan lewat e-mail dan terkadang Aurel menelpon Dava yang berada di Jakarta untuk sekedar menanyakan kabar dan bagaimana kuliahnya. Suatu sore ia datang ke apartement Dimas dengan sebuah gitar di tangannya.“Kamu sudah mulai mahir main gitarnya,” seru Dimas. “Kenapa sih, kayaknya kamu ingin sekali bisa bermain gitar, kamu suka banget ya sama musik?” lanjut Dimas, sambil memberikan minuman buat Aurel.
“Sebenarnya aku kurang suka sama gitar, tapi ada sesuatu yang memaksaku agar aku bisa melakukan ini semua,” jelas Aurel.“Apa itu?”“Ah sudahlah, sekarang kita lanjutkan saja dulu. Setelah aku lancar memainkan lagu ini baru aku ceritakan semuanya sama kamu.”
Setelah sekian lama berlatih akhirnya Aurel bisa menguasai alat musik petik yang diberikan oleh kekasihnya itu. Ia juga sudah bisa memainkan lagu yang diberikan Dava untuknya.“Sekarang kamu sudah bisa memainkan lagu itu. Kamu pernah janji sama aku kalau kamu sudah bisa memainkan lagu itu, kamu akan menceritakan padaku tentang apa yang terjadi dengan kamu di balik ini semua,” kata Dimas.“Baiklah aku akan menceritakan ini semua sama kamu. Lagu ini diberikan dan diciptakan khusus untukku oleh orang yang sangat aku sayangi. Sebelum kepergianku ke sini, ia memberikan aku sebuah gitar dan selembar teks lagu lengkap dengan susunan nada-nada nya. Ia memintaku untuk bisa memainkan lagu ini dengan gitar yang ia berikan. Sebentar lagi aku akan menemuinya karena aku belajar di sini hanya sampai bulan depan.”
***
Setelah dua tahun kuliah di Australia, kini tiba saatnya bagi Aurel untuk kembali ke Indonesia. Ia sudah lama menantikan saat-saat kepulangannya ini. Ia sengaja tidak memberitahukan Dava tentang kepulangannya dari Australia karena ia ingin memberikan sebuah kejutan untuk Dava.
Sebelum ke bandara ia terlebih dahulu datang ke apartement Dimas untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya, karena Dimaslah ia bisa main gitar dan bisa memenuhi janjinya terhadap Dava. Dimas juga bersedia mengantarka Aurel ke bandara.“Good bye. Never try to forget me!” Itulah salam perpisahan dari Dimas.Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, Aurel akhirnya sampai di bandara. Di sana ia dijemput kedua orang tuanya. Aurel tampak begitu lelah, oleh karena itu mereka segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Aurel segera menghempaskan tubuhnya ke kasur yang telah lama ia rindukan.
“Aku akan segera manemuimu,” kata Aurel dalam hati sesaat setelah ia melihat gitar pemberian Dava yang sedang bersandar di dinding kamrnya. Gitar itu seakan tersenyum melihat Aurel.
Keesokan harinya Aurel pergi untuk menemui Dava. Ia pergi ke tempat di mana Dava biasa bermain band, tak lupa ia membawa gitar pemberian Dava. Ia ingin memberikan sebuah kejutan buat Dava. Namun studio yang biasanya ramai dikunjungi teman-teman Dava sore ini tampak sepi tak seperti biasanya. Dava sendiri juga tak terlihat batang hidungnya. Aurel tampak kecewa dengan hal itu, ia memutuskan untuk kembali ke rumah nya.Aurel kini mencoba untuk langsung menemui Dava di rumahnya. Ia menyanyikan lagu yang diciptakan Dava di depan pagar rumah Dava seperti seorang pengamen. Tak lama kemudian seseorang keluar dari rumah tersebut.
“Aurel, kapan kamu sampai di Jakarta?” tanya ibunda Dava sembari mengajak Aurel masuk.“Hmm, dua hari yang lalu, Tante.” Aurel sedikit kecewa karena bukan Dava yang menyambut kedatangannya.“Dava ke mana, Tante? Kok dari tadi belum kelihatan?” Aurel tak bisa menyembunyikan kerinduannya terhadap Dava.
Namun ibunda Dava tidak menjawab pertanyaan Aurel. Ia justru terlihat meneteskan air mata yang jatuh membasahi kedua pipinya. Entah apa yang sedang ia pikirkan sehingga ia meneteskan air matanya, lalu ia memeluk Aurel dengan begitu erat.“A..ada apa, Tante?’ tanya Aurel dengan nada yang terbata-bata karena heran.“Aurel, dua bulan yang lalu Dava pergi, namun ia pergi tidak seperti kamu yang hanya pergi ke Australia dan hanya untuk sementara, tapi Dava pergi ke lain dunia dan ia juga pergi untuk selama-lamanya.” Air matanya semakin mengalir deras.
“Da…Dava meninggal, Tante?” Bagai tersambar petir di siang bolong Aurel kaget hingga ia nyaris pingsan setelah ibunda Dava mengiyakan pertanyaannya.“Tante, ceritain Aurel kenapa semua ini bisa terjadi, dan Aurel mohon, Tante tunjukkan di mana Dava dimakamkan, Aurel ingin ke sana sekarang juga!” Betapa sakitnya hati Aurel saat ini, ia seperti orang yang sudah tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.Setibanya di pemakaman ia langsung memeluk makam Dava, sungguh sebuah kesedihan yang mungkin tidak akan pernah bisa disembuhkan.
“Kenapa kamu pergi? Kamu janji akan menunggu aku pulang dan aku sudah memenuhi janjiku untuk bisa memainkan lagu darimu dengan gitar yang juga pemberian darimu, tapi kenapa…… kenapa kamu pergi untuk selama-lamanya dan meninggalkan aku sendiri, membiarkan aku hancur karena kehilangan kamu.”“Aurel, cukup, relakan dia pergi! Kita harus pulang sekarang hari sudah semakin sore, Dava akan bahagia di sisi-Nya.” Mereka pun berlalu meninggalkan makam Dava. Namun sebelum pulang ibunda Dava memberikan Aurel sebuah surat yang ditulis Dava sebelum kepergiannya.“Ini surat dari Dava, kamu bacanya di rumah saja. Ia berpesan cuma kamu yang boleh membuka surat ini,” jelas ibunda Dava.
Aurel, terima kasih karena kamu sudah menepati janji kamu dan maaf aku nggak bisa nepatin janjiku sama kamu. Aku nggak bisa melawan penyakit yang telah aku derita sejak kecil. Kamu harus mengerti Aurel semua ini bukan keinginanku, semua ini kehendak Tuhan. Aku nggak bisa berbuat apa-apa karena aku yakin ini yang terbaik darinya untuk aku juga utuk kamu.
Kamu harus merelakan kepergianku. Aurel, nyanyikanlah lagu itu ketika kamu merindukan aku, percayalah aku akan selalu hidup di dalam hatimu.
Begitulah isi surat dari Dava. Tak terbayangkan lagi berapa banyak air mata yang telah dikeluarkan Aurel hingga membasahi lantai kamarnya. Setelah kejadian itu Aurel hanya bisa melewati hari-harinya dengan berdiam diri dengan memegang gitar pemberian Dava

Category : | Read More...... edit post

Indonesia vs MU…

Diposting oleh chy On 10.32 0 komentar

Meski belum ada kejelasan mengenai ijin menggelar pertandingan dari kepolisian jelang akhir musim kompetisi Superliga 2008/09 karena bertepatan dengan masa kampanye pemilihan umum (Pemilu), PSSI mengklaim telah mengantongi ijin untuk pertandingan uji coba timnas Indonesia mengahadapi Manchester United (MU).


Cristiano Ronaldo dkk rencananya akan berkunjung ke Indonesia pada 24 Juli 2009. Jawara Liga Inggris dan Liga Champions musim lalu itu hadir dalam rangkaian Tur Asia. Di Indonesia, MU akan berhadapan dengan timnas senior Indonesia.
“Salah satu agenda pembicaraan kami dengan pihak Mabes Polri adalah menyangkut kedatangan MU. Polri memberikan tanggapan serius. Bahkan surat izin laga ujicoba dengan MU tersebut sudah ada di tangan kami,” kata Sekjen PSSI Nugraha Besoes kepada Goal.
Ditambahkannya, dengan keluarnya surat izin tersebut, maka pertandingan yang tentunya sangat ditunggu-tunggu penggemar sepakbola di tanah air, tinggal menunggu pelaksanaannya saja.
“Sangat diharapkan kedatangan MU bisa membawa dampak yang baik bagi Indonesia. Tentunya, citra Indonesia ikut dipertaruhkan. Karena itu, polisi menyatakan sangat mendukung kedatangan tim elit asal Inggris tersebut,” pungkas Nugraha.
Pada Kamis 22 Januari 2009 lalu, wakil Promotor Tur Asia Manchester United (MU) bahkan sudah menginspeksi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta.
Di akhir kunjungan, CEO Pro Events, Julian Kam, menyebut kondisi SUGBK cukup mengagumkan. Artinya, stadioan kebanggan Indonesia itu layak untuk menggelar duel Indonesia vs MU

Jalan Terjal Singoku…

Diposting oleh chy On 10.30 0 komentar

Beberapa hari sebelum pertandingan Arema vs Persipura, Aremania yang sedang mendapatkan sanksi dari PSSI, dibuat guncang oleh oknum yang mengatas namakan Aremania, dengan meminta ampunan kepada Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid.
Hal ini menjadi perdebatan serius diantara Aremania sendiri, ada yang mendukung dan ada yang mati-matian menolak dengan membuat pernyataan sikap secara tertulis dan ditanda tangani oleh Aremania di Malang Raya, yangintinya menolah pengampunan Aremania.



Dukungan Aremania terhadap Arema bukan hanya pada kebesaran atribut, tapi sudah melekat pada hati nurani masing-masing, dan itu sudah dibuktikan oleh Aremania sendiri selama satu tahun lebih mendukung Arema dengan atribut yang berbeda, karena Aremania terkenal dengan suporter yang mempunyai kreatifitas yang tinggi dalam mendukung tim kebanggaannya
Namun hal tersebut di atas menunjukkan bahwa sebelum pertandingan melawan Persipura, sebenarnya Aremania sendiri sudah terpecah. Setelah muncul masalah Aremania, tubuh internal tim Singo Edan kembali diguncang dengan tidak bisa dimainkannya tiga pemain asing yang baru dikontrak oleh Arema pada jeda transfer bulan kemarin, dikarenakan belum mendapat pengesahan dari BLI, ditambah lagi beberapa pemain inti tidak bisa dimainkan oleh pelatih Gusnul Yakin karena akumulasi kartu.
Lengkap sudah penderitaan Singoku, dengan hanya bermodalkan pemain yang rata-rata masih muda, tidak bisa menandingi keperkasaan Persipura yang dihuni oleh pemain-pemain yang sangat berkualitas.
Sebelum pertandingan dimulai banyak nawak-nawak di milis sudah memprediksi bahwa pertandingan ini tidak imbang. Tapi nawak-nawak dengan semangat tinggi masih optimis bisa mengimbangi permainan Persipura.
Ternyata tim kebanggaanku Arema kalah di kandang dengan skor telak 0-5. Sedih, menangis, loyo, menggerutu, mau marah, kesel, semua pasti merasakan. Tapi ayas harap hal ini tidak berlarut-larut
Setelah mengalami kekalahan yang cukup telak, tampaknya menjadi perdebatan diantara para Aremania, ada yang menyalahkan pemain, dan tidak sedikit yang menyalahkan pelatih. Saat ini kompetisi sedang bergulir, tidak ada gunanya saling menyalahkan, semua harus berlapang dada dengan kegagalan kali ini.
Dengan kekalahan ini semoga menjadi pekerjaan rumah buat semua komponen, pemain, pelatih, maanjemen, dan suporter (Aremania), untuk tetep semangat memperbaiki keadaan. Jangan sampai kita terpuruk ke dalam keadaan yang lebih parah lagi.
Menurut ayas saat ini yang perlu dilakukan adalah lupakan perbedaan dulu, serahkan kepada kapasitasnya masing-masing,
Pemain sebagai ujung tombak kekuatan dan keperkasaan Singo Edan, tunjukkan semangatmu, tunjukkan loyalitasmua sebagai punggawa Arema. Arema adalah salah satu tim besar di Indonesia, permainanmu selalu diperhatikan oleh siapa pun.
Pelatih, ayo bekerja lebih keras lagi untuk memberikan kemenangan berikan strategi yang bagus, tempatkan pemain-pemain yang memang spesialis pada posisi masing-masing, jangan coba-coba pemain.
Manajemen dan sponsor, Arema adalah ikon Malang Raya, jadi jangan pernah merasa rugi dengan investasi untuk Arema, sedikit loyal belanja pemain, tentunya sesuai porsi dan budget. Apapun yang anda lakukan, yang sifatnya positif untuk kebaikan Arema tentunya akan mendapatkan doa dari seluruh Aremania karena telah memberikan yang terbaik untuk Arema. Doa ini akan sangat berpengaruh dalam usaha mencapai tujuan yang baik.
Aremania, satukan tekad lupakan perbedaan, kalo memang Arema ada di dalam hati kita semua, jangan mau dijadikan onjek oleh oknum-oknum yang memanfaatkan nama besar Aremania untuk kepentingan yang semu. Jiwa Ongis Nade bukan pada atribut tapi mutlak pada hati masing-masing
Dengan sisa pertandingan yang hanya beberapa kali untuk musim kompetisi periode ini, semua komponen mengetahui kapasitasnya masing-masing, dan semoga dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, untuk mendapatkan hasil akhir yang maksimal dan memuaskan.
Ayo Singaku jangan pernah menyerah, kami tidak pernah menyurutkan langkah dan hatiku untuk terus mendukungmu. Ayo nawak-nawak kita berikan dukungan sebagai bentuk solidaritas dan fanatisme kita kepada Arema. Semoga jalan terjal Singa kita bisa dilalui dengan baik, untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Salam satu jiwa, Arema.

Dan Tersenyumlah!

Diposting oleh chy On 10.27 0 komentar

Seorang dokter bijaksana menyesali keadaan : "Dunia sekarang adalah dunia yang berbeda. Kesedihan, bencana, dan kejahatan menimbulkan kegetiran dalam diri…ketidakpatuhan dan pemberontakan meningkat…pengaruh-pengaruh jahat merasuk sejak matahari terbit hingga larut malam…semua itu mengganggu pikiran dan menurunkan kecerdasan, serta merusakkan otot dan tubuh manusia."


Walaupun penulis ini hidup 4.600 tahun yang lalu di Cina, pengamatannya tampak modern. Manusia acapkali dirundung stress dan acapkali merindukan masa-masa lalu yang penuh kedamaian. Bagaimanapun, dalam setiap generasi, kompleksitas dan stress selalu hadir dalam kehidupan kita. Kehadiran stress mental sebagai bagian dari kehidupan modern telah menjadi pokok bahasan sejumlah buku, yang sebagian besar menekankan pada psikologi stress.Namun pandangan agama Islam menuntut kita mengembangakn sikap ketenangan, sadar diri, dan senantiasa terkendali dalam menghadapi setiap persolan. Jika semua masalah kita hadapi dengan sikap seperti ini kita akan menemukan kebaikan-kebaikan di tiap masalah itu. Bahkan kita juga pada gilirannya akan terhindar dari risiko-risiko buruk yang mungkin akan terjadi.Rasulullah Saw bersabda :"Sesungguhnya Allah itu tenang. Dia mencintai ketenangan dan Dia memberi di atas ketenangan apa yang tidak Dia berikan di atas kekerasan (ketergesa-gesaan) dan tidak pula di atas segala sesuatu yang lain selain ketenangan." (H.R. Muslim)Dan sesungguhnya banyak situasi yang tidak menyenangkan bisa diperbaiki hanya dengan mengubah cara berpikir kita yang biasa. Hal ini benar, walaupun situasi ini sendiri masih tetap sama. Ketika kita merasa tertekan dan frustasi, pikiran kita yang pertama biasanya mencari seseorang untuk menolong kita keluar dari tekanan jiwa dan frustasi. Kita berharap sekeras-kerasnya agar diberi tahu metode "bagaimana caranya" yang akan mendatangkan pembebasan dengan segera, atau agar seseorang bisa mengatakankepada kita pelengkap ramuan yang bisa ditambahkan ke dalam hidup kita untuk membuatnya lebih bisa ditahankan.Yang benar adalah bahwa tidak ada seorang pun, tidak peduli betapa ahlinya dia, yang bisa banyak menolong kecuali kalau kita bersedia menolong diri kita sendiri. Bahwa Allah SWT menegaskan dalam salah satu ayat-Nya bahwa Dia tidak akan menolong suatu kaum kecuali apabila kaum itu mau menolong diri mereka sendiri.Kita biasanya akan mendapatkan bahwa apa pun yang kita perlukan untuk memecahkan masalah akan ditemukan dalam diri sendiri, sampai pada suatu batas ketika kita bisa bergantung pada diri sendiri dan punya kepercayaan diri. Walau pernyataan ini bukan untuk mengatakan bahwa kita tidak membutuhkan pertolongan siapapun.Dan tertawa merupakan obat dari kecemasan dan stress yang mendera. Dalam senyuman terdapat kekuatan yang menakjubkan untuk menggembirakan jiwa dan menyenangkan hati, sehingga Abu Darda'berkata : "Sesungguhnya aku akan tertawa hingga hatiku merasa terhibur. Manusia yang paling mulia Rasulullah Saw juga pernah sesekali tertawa, sehingga tampak gigi taring beliau."Tertawa seperti ini merupakan jenis tertawa orang-orang yang berakal dan cerdas, yang akan berefek positif bagi jiwa dan menjadi penawar.Tertawa merupakan puncak keceriaan, kelegaan, dan keriangan, asalkan tidak berlebihan, dengan sewajarnya.Perangilah stress dengan selalu tersenyum. Sesungguhnya kesempatan itu terbentang luas bagi kita semua. Artinya, kita akan selalu memiliki kesempatan untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itu, biasakanlah pikiran kita untuk selalu optimis dan yankin akan masa depan yang lebih baik.Jika kita yakin kita hanya dapat kesempatan kecil maka kesempatan kecillah yang akan kita raih. Tapi, jika kita yakin bahwa kita mampu melakukan hal-hal yang besar, maka kita akan dapat melakukan hal-hal yang lebih besar dari apa yang kita bayangkan. Begitu pula, jika kita yakin kita dapat menyelesaikan setiap masalah yang kita hadapi, maka bukan hanya penyelesaian masalah yang kita dapat namun juga manfaatnya.Melihat persoalan dengan tersenyum adalah lebih baik daripada dihadapi dengan ketidakoptimisan dan pikiran kusut. Jiwa yang senantiasa tersenyum akan melihat kesulitan dengan nyaman sambil berusaha mengatasinya. Tersenyumlah saat persoalan itu hadir, atasilah dengan senyum dan tersenyumlah saat semuanya telah bisa diatasi.Tersenyumlah, selagi hayat masih dikandung badan, selama kita masih hidup!

Category : | Read More...... edit post

arema vs persija

Diposting oleh chy On 10.26 0 komentar

Kepolisian tidak mengeluarkan ijin pertandingan karena bersamaan Pemilu legislatif…
Imbas jadwal kampanye Pemilu legislatif dirasakan oleh Arema Malang. Karena tidak mendapat ijin keamanan dari Polwil Malang, pertandingan antara Arema Malang menjamu Persija Jakarta pada 23 Maret mendatang di Stadion Kanjuruhan harus mengalami penundaan.


Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kabagops Polwil Malang, Kompol Ikhsan kepada pers Jumat (6/3) siang di Mapolres Malang. Menurutnya, pihak keamanan tidak bisa memberikan ijin penyelenggaraan pertadingan mengingat tanggal 23 Maret masih dalam masa kampanye.
Kampanye di wilayah Kabupaten Malang akan diikuti 21 partai politik. Dua per tiga kekuatan Polres Malang akan dikerahkan untuk pengamanan kampanye terbuka tersebut, sementara sisanya berada di markas, Samsat, pengurusan SIM, dan patroli.
Kompol Ikhsan menyarankan pertandingan antara Arema vs Persija ditunda hingga selesainya Pemilu legislatif pada bulan April nanti. Keputusan penundaan pertandingan ini telah disepakati bersama antara Polwil Malang, Polres, dan Panpel Arema.
Manajemen Arema menyatakan pihaknya dapat memahami situasi tersebut dan bersedia menunda pertandingan demi kepentingan yang berskala lebih besar.
Hasil keputusan berupa surat dari kepolisian sudah dikirim langsung ke Badan Liga Sepakbola Indonesia (BLI), dimana nantinya BLI akan menentukan jadwal pertandingan tunda antara Arema menghadapi Persija Jakarta. (rcm/Ongisnade/Zul)
foto: Pemain-pemain Arema saat berlatih di Stadion Gajayana, harus menunggu jadwal tunda menghadapi Persija.



cOmMeNtt. . .


ShoutMix chat widget